Asakusa Tample


Jalan-jalan kali ini adalah ke Kuil Asakusa. Orang sering menyebutnya “Asakusa Kannon Tample”. Kuil tertua di Jepang. Dari Stasiun Inage naik kereta sampai Stasiun Chiba. Dari Stasiun Chiba barulah nyambung naik kereta Shobu Line ke Tokyo. Kali ini kereta tidak banyak berhenti. Tujuan kami naik kereta ini adalah untuk menghemat waktu. Berhubung pengalaman ke Tokyo yang pertama menghabiskan banyak waktu, maka kami memutuskan untuk jalan-jalan kedua tempat saja. Tujuan pertama ke KBRI, selanjutnya ke Asakusa.
Perjalanan naik kereta ke Tokyo kali ini tidak seheboh perjalanan pertama, karena saya mulai terbiasa dengan suasana di dalam kereta. Melihat antrean orang keluar-masuk kereta sudah bukan hal yang aneh. Pokoknya ikuti saja aturannya. Itu saja kuncinya.
Yang sangat berkesan saat di kereta menuju KBRI, yaitu suara masinis yang menyebut “Gotanda[1], Gotanda des!” melalui pengeras suara yang dipasang di setiap gerbong. Itu tandanya pemberhentian selanjutnya adalah stasiun Gotanda. Di stasiun inilah kami berhenti. Selanjutnya  kami berjalan kaki untuk sampai KBRI.
Usai dari KBRI kami melanjutkan perjalanan ke Asakusa. Ke Asakusa tanpa mampir melihat Tokyo Bay rasanya tidak lengkap. Jadilah kami jeprat-jepret sejenak mengabadikan momen indah di Jembatan Azumabashi, di pinggir sungai Sumida. Sayang, hari itu kapal Tokyo Bay Cruise sedang tidak beroperasi. Suasana terasa sepi. Kami hanya bisa menikmati pemandangannya saja. Puncak keramaian di Tokyo Bay ini biasanya berbarengan dengan perayaan Hanami.
Dari Tokyo Bay, perjalanan berlanjut ke Asakusa. Nah, di Asakusa inilah tempatnya kompleks kuil-kuil. Masuk ke kompleks kuil harus melewati gerbang utama yang dikenal dengan nama Kaminari-mon (Gerbang Petir). Di sisi kanan-kiri gerbang ada dua patung penjaga, patung Fujin (Dewa angin) dan Raijin (Dewa Petir).
Setelah melewati gerbang ini, bukan berarti langsung ketemu kuil, kami masih harus melawati jalan setapak yang disebut dengan lorong Nakamise yang panjangnya kurang lebih 300 meter. Di kanan-kiri jalan dipenuhi toko-toko kecil yang menjual aneka souvenir. Mulai dari pernak-pernik khas Jepang yang lucu-lucu seperti lampion, dompet, boneka-boneka kayu, kipas, gantungan kunci, payung kertas, bahkan kimono pun ada di sini, sampai makanan khas Jepang yang hampir tidak ditemukan di tempat lain, namanya Age Majuk. 
Di ujung lorong Nakamise inilah saya terpesona melihat kuil Senso-ji yang megah. Menurut berbagai keterangan, katanya kuil Senso-ji ini merupakan kuil tertua di Tokyo. Orang Jepang yang datang umumnya menyempatkan untuk berdo’a di kuil, ada yang di dalam ada juga yang hanya berdo’a di luar.
Di sekitar kuil Senso-ji ada beberapa kuil kecil tempat diadakannya festival-festifal. Salah satu kuilnya dipakai untuk memutar film Jepang Klasik. Umumnya yang nonton para orang tua.
Pada bulan Mei sering diadakan festifal keagamaan yang dikenal dengan sebutan Sanja Matsuri. Nah, jika ada festival keagamaan, jalan untuk kendaraan akan ditutup mulai pagi hingga malam hari. Tetapi, area di sekitar kuil masih dibuka untuk umum. Karena jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang.
Usai jalan-jalan dari Asakusa, saya kerap berdecak kagum. Saat memandangi alam ciptaan Tuhan, yang jika sungguh-sungguh kita cermati pasti selalu ada pesan indah dari setiap keunikan yang dimiliki setiap negara. Mulai dari negara-negara dengan berbagai musim, termasuk Jepang yang memiliki empat musim: haru (musim semi), natsu (musim panas), aki (musim gugur), dan fuyu (musim dingin); serta menilik kebudayaan-kebudayaan setempat yang dapat membuka cakrawala tentang kehidupan yang beragam yang pada akhirnya memunculkan sikap kagum dan toleransi.
Bagi sebagian orang yang sudah biasa jalan-jalan ke luar negeri, pengalaman menjelajah negeri orang mungkin hal biasa. Namun, buat saya, pengalaman ini lebih dari luarbiasa. Kenapa? Karena selain kita bersyukur bisa menikmati sisi lain alam ciptaan Tuhan, banyak pesan-pesan indah yang bisa saya tangkap, bisa saya tulis, dan mungkin bisa saya sampaikan kepada setiap orang sebagai bahan renungan dan pelajaran hidup yang sangat berharga.
Jalan-jalan di tempat-tempat istimewa adalah karunia berharga yang tidak lepas dari ingatan sepanjang hayat. Menikmati keindahan alam, menyelami kota-kota indah, menikmati makanan khas, serta menghayati budaya setempat, adalah pengalaman indah dalam hidup.
Setelah menikmati kecanggihan Kota Metropolitan Tokyo, lalu menikmati acara sakral di Asakusa, terbersit kekaguman luarbiasa dalam benak. Bahwa negara semoderen Jepang, tetapi masih menjunjung tradisi dan budaya setempat. Sebuah contoh yang patut kita tiru bukan?


14 Mei 2013


[1] Nama salah satu stasiun kereta di Tokyo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

aneka warna>>>>>>aneka warna>>>>>aneka warna>>>>>>aneka warna>>>>>aneka warna